Tidak mudah menjadi pemimpin. Juga tidak mudah memilih pemimpin. Ini akan dialami oleh suatu masayarakat yang
rusak. Masyarakat yang para
pemimpin dan politisinya menjadikan Book
of The Prince sebagai kitab suci mereka dan Machiavelli sebagai panutan
mereka. Masyarakat yang memberikan
kesempatan pada orang-orang bodoh tampil bicara. Kondisi ini pernah digambarkan Nabi saw.
dalam sabdanya:
“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang
penuh tipu daya, di masa itu para pendusta dibenarkan omongannya sedangkan
orang-orang jujur didustakan, di masa itu para pengkhianat dipercaya sedangkan
orang yang terpercaya justru tidak dipercaya, dan pada masa itu muncul
Ruwaibidlah, ditanyakan kepada beliau saw. apa itu Ruwaibidlah? Rasul menjawab: Seorang yang bodoh (yang
dipercaya berbicara) tentang masalah rakyat/publik”. (HR. Ibnu Majah dari Abu
Hurairah).
Agar kita tidak terjatuh
pada kondisi buruk seperti diperingatkan Nabi saw. di atas, maka perlu dibentuk
kesadaran umum (public awaraness)
tentang karakteristik pemimpin yang layak mengurus publik. Tulisan ini mencoba memberikan sumbangsih
pemikiran untuk itu.
Tanggung Jawab Pemimpin
Kepemimpinan adalah
amanat untuk mengurus orang-orang atau rakyat yang dipimpin. Rasulullah saw. mengumpamakan pemimpin
laksana penggembala (ra’in).
Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Imam yang diangkat untuk memimpin manusia itu adalah
laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya
(yang digembalakannya)” (HR. Imam Al Bukhari
dari sahabat Abdullah bin Umar r.a.).
Rasulullah saw. memberikan penjelasan tentang pemimpin
pengganti beliau (khalifah) dalam mengurus kaum muslimin bakal diminta
pertanggungjawaban di akhirat. Beliau saw. bersabda:
“Dahulu, Bani Israil selalu dipimpin dan dipelihara
urusannya oleh para Nabi. Setiap kali
seorang nabi meninggal, digantikan oleh Nabi yang lain. Sesungguhnya tidak akan
ada Nabi setelahku, (tetapi) nanti akan ada banyak khalifah. Para sahabat bertanya :Apa yang engkau
perintahkan kepada kami? Beliau
menjawab: Penuhilah baiat yang pertama, lalu yang pertama. Berikanlah kepada mereka hak mereka, karena
Allah nanti akan meminta pertanggungjawaban mereka atas apa saja yang telah
diserahkan kepada mereka mengurusnya”.
(HR. Imam Muslim dari Abu Hurairah).
Hadits-hadits tersebut di atas memberikan indikasi bahwa
pemimpin yang layak adalah yang punya dimensi tanggung jawab hingga ke akhirat.
Tentu yang dimaksud bukanlah rohaniawan yang tak cakap mengurus dunia. Juga bukan pemimpin sekuler yang tak tahu
urusan akhirat. Pemimpin sekuler, yang memisahkkan agama dari urusan dunia atau
negara jelas merasa bebas berbuat,
karena merasa tidak perlu dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. Pertanggungjawaban di dunia itu semu belaka,
sebab tergantung banyaknya suara dukungan.
Pemimpin yang pandai menjaga dukungan mayoritas suara, dia tidak akan
pernah ditolak pertanggungjawabannya.
Jika kita sepakat bahwa pemimpin yang layak memimpin
manusia adalah pemimpin yang punya rasa tanggung jawab dunia akhirat, maka
bagaimana karakteristik pemimpin itu sehingga dia bisa melaksanakan tanggung
jawabnya.
Karakteristik Pemimpin
Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitab Nizhamul Hukm
fil Islam memberikan syarat-syarat –dengan argumen syar’i—yang harus
dipenuhi untuk menjadi seorang khalifah sebagai pemimpin publik tertinggi
negara dalam perspektif Islam sebagai berikut : (1) muslim; (2) laki-laki; (3)
dewasa (baligh); (4) berakal; (5) adil; (6) merdeka; dan (7) mampu melaksanakan amanat Khilafah, yakni
menjalankan pemerintahan berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw. Selain syarat sahnya baiat seorang Khalifah
di atas, An Nabhani juga menambahkan syarat tambahan –keutamaan, bukan
keharusan—berupa: (1) mujtahid, yakni seorang yang ahli menggali hukum syar’I
dari sumber-sumber hukum syariah (Al Quran, As Sunnah, Ijma’ Shahabat, dan
Qiyas); (2) pemberani; (3) politikus ulung; (4)keturunan Quraisy atau Ali bin
Abi Thalib.
Syaikh Abdul Qadim Zallum dalam kitab Al Afkar as
Siyasiyyah menyebut beberapa karakteristik untuk seorang pemimpin publik
sebagai berikut:
Pertama, berkepribadian kuat.
Rasulullah saw. menjelaskan bahwa seorang pemimpin harus kuat, tidak
lemah. Orang lemah tidak pantas menjadi
pemimpin. Diriwayatkan dari Abu
Dzar bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Wahai Abu Dzar, aku melihat dirimu adalah orang yang
lemah. Dan aku mencintaimu sebagaimana aku mencintai diriku. Janganlah engkau menjadi amir (pemimpin) dari
dua orang. Dan janganlah kkamu mengurus
harta anak yatim” (HR. Imam Muslim).
Abu Dzar juga menuturkan bahwa dia berkata kepada
rasulullah saw.:
“Wahai Rasulullah, tidakkan engkau mengangkatku (menjadi
pejabat)? Kemudian Rasulullah saw.
menepuk pundakku, dan berkata: “Wahai Abu Dzar, kamu adalah orang yang lemah,
dan sesungguhnya jabatan ini adalah amanah, dan pada hari pembalasan akan
menjadi kehinaan dan sesalan, kecuali bagi orang yang mengambilnya sesuai
dengan haknya dan menunaikan kewajiban dalam kepemimpinannya” (HR. Muslim).
Kuat dan lemah yang dimaksud dalam hadits ini adalah
kekuatan kepribadian (syakhshiyyah) , yakni pola pikir (aqliyyah) dan pola jiwanya (nafsiyyah).
Oleh karena itu, pola pikir seorang pemimpin harus menyatu
dengan kepemimpinannya. Dengan itu
dia dapat memahami berbagai masalah yang menjadi tanggung jawabnya. Demikian juga, pola jiwanya juga harus
menyatu dengan kepemimpinannya. Dengan
itu dia akan menyadari bahwa dia seorang pemimpin, sehingga dia dapat
mengendalikan kecenderungan-kecenderungannya sebagai pemimpin.
Kedua, bertakwa. Karena kekuatan kepribadian seorang pemimpin sangat berpengaruh pada
kepemimpinannya, maka seorang pemimpin harus memiliki kualitas yang mampu
menjauhkannya dari pengaruh-pengaruh buruk.
Oleh karena itu, seorang pemimpin harus memiliki sifat takwa pada
dirinya, baik secara pribadi, maupun dalam hubungannya dengan tugas dan
tanggung jawabnya memelihara urusan rakyat.
Diriwayatkan dari Sulaiman bin Buraidah dari bapaknya, bahwa ia
menuturkan:
“Rasulullah saw. apabila mengangkat seorang pemimpin
pasukan atau suatu ekspedisi pasukan khusus, maka beliau mewasiatkan takwa
kepadanya dan berbuat baik terhadap kaum muslimin yang bersama dengannya (anak
buahnya)” (HR. Muslim).
Seorang pemimpin yang bertakwa akan senantiasa menyadari
bahwa Allah SWT senantiasa memonitornya (muraqabah) dan dia takut
kepada-Nya, sehingga dengan demikian dia akan menjauhkan diri dari sikap
sewenang-wenang (zalim) kepada rakyat maupun sikap abai terhadap urusan urusan
rakyat. Khalifah Umar r.a., pemimpin negara
Khilafah yang luas wilayahnya meliputi Jazirah Arab, Persia, Irak, Syam
(sekarang : Syria, Yordania, Lebanon, Israel, dan Palestina), serta Mesir, pernah berkata: “Andaikan ada seekor hewan di Irak kakinya terperosok di jalan, aku takut Allah
akan meminta pertanggungjawabanku kenapa tidak mempersiapkan jalan tersebut
(menjadi jalan yang rata dan bagus)”(lihat Zallum, idem).
Ketiga, belas kasih. Seorang
pemimpin harus punya sifat belas kasih kepada rakyatnya. Ini diwujudkan secara konkrit dengan sikap
lembut dan kebijaksanaannya yang tidak menyulitkan rakyatnya. Diriwayatkan bahwa istri Rasulullah saw.,
Aisyah r.a. pernah berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Ya
Allah, siapa saja yang diberi tanggung jawab memimpin urusan pemerintahan umatku
dan menimbulkan kesulitan bagi mereka, maka persulitlah dia. Dan siapa saja yang memerintah umatku dengan
sikap lembut (bersahabat) kepada mereka, maka lembutlah kepadanya”. (HR.
Muslim).
Dalam kaitan ini juga Rasulullah saw. mengajarkan agar
pemimpin itu bersikap memberi kabar yang baik, bukan bersikap menakutkan. Diriwayatkan dari Abu Musa al Asy’ari r.a.
(yang diutus menjadi Wali/Gubernur di Yaman) bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Gembirakanlah (rakyat) dan janganlah engkau hardik, dan
permudahlah mereka dan jangan engkau persulit (urusan mereka)” (HR. Bukhari).
Keempat,jujur dan penuh perhatian.
Seorang pemimpin haruslah jujur dan penuh perhatian dalam mengurus
urusan rakyat sehingga rakyat bisa terpenuhi kebutuhan mereka dan menikmati
layanan pemimpinnya. Diriwayatkan dari
Ma’qil bin Yasar bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja yang memimpin
pemerintahan kaum muslimin lalu dia tidak serius mengurusnya, dan tidak
memberikan nasihat yang tulus kepada mereka, maka dia tidak akan mencium harumnya
aroma surga”. (HR. Imam Muslim). Dalam
hal ini perhatian pemimpin bukan saja untuk memelihara terpenuhinya kebutuhan
fisik rakyat, tapi juga kebutuhan ideologis, agar mereka tetap di jalur
kehidupan yang mengantarkan kepada jalan menuju keridloan Allah SWT sehingga
rakyatnya sukses dunia akhirat.
Kelima, istiqamah memerintah dengan syariah. Seorang pemimpin yang jujur memimpin kaum
muslimin akan melaksanakan pemerintahannya berdasarkan Kitabullah dan Sunnah
Rasulullah. Diriwayatkan bahwa ketika Muadz
bin Jabal diutus menjadi Wali/Gubernur di Yaman,
Rasulullah saw. menanyainya bagaimana cara dia memerintah. Nabi bertanya kepadanya: “Dengan apa engkau
memutuskan perkara?” Muadz menjawab:
Dengan Kitabullah”. Rasul bertanya:
“Dengan apalagi jika engkau tidak mendapatinya (di dalam Al Quran)?”. Muadz menjawab: “Dengan Sunnah
Rasululllah”. Rasul berkata: ““Dengan
apalagi jika engkau tidak mendapatinya (di dalam Al Quran maupun As
Sunnah)?”. Muadz menjawab: “Aku akan
berijtihad”. Kemudian Rasulullah saw.
berucap: “Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan
Rasulullah ke jalan yang disukai Allah dan Rasul-Nya”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Baihaqi).
Khatimah
Kita berharap lima karakteristik kepemimpinan di atas
menjadi kesadaran dan opini umum masayarakat
sehingga aspirasi dan kecenderungan rakyat adalah memilih pemimpin yang
berkarakter seperti itu. Karena rakyat
yang muslim beriman kepada Allah dan rasul-Nya pasti berharap agar para
pemimpinnya benar-benar punya kehendak baik kepada rakyat kaum muslim seperti
sifat Rasulullah saw. (lihat QS. At Taubah 128) dan punya kesiagaan dan
kewaspadaan tinggi untuk menjaga kemaslahatan dan keselamatan rakyat dengan
syariah seperti perintah Allah SWT kepada Rasulullah saw. (lihat QS. AL Maidah
49). Mudah-mudahan dengan dengan
munculnya karakter kepemimpinan seperti itu dalam diri para pemimpin di negeri
ini, krisis yang melanda selama ini cepat di atasi. Wallahua’lam bishawab!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Saran dan Komentar anda